Mensyukuri Nikmat di Masa Muda & Memaksimalkannya untuk Kebermanfaatan umat muslim
Dalam hidup, setiap manusia pasti memiliki ujian, kesibukan, dan tekanan yang membuat hati kadang terasa penuh. Namun Islam mengajarkan sebuah kunci agar hidup menjadi lapang: memperbanyak syukur. Nilai inilah yang disampaikan dalam tema kajian Pemuda Muhammadiyah Temanggung: “Akehono syukur nikmat, supoyo kowe lali carane sambat.” Perbanyaklah syukur, supaya kamu lupa caranya mengeluh.
Kesadaran untuk bersyukur tidak hanya diperintahkan, tetapi dijanjikan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman dalam QS. Ibrahim: 7:
“Jika kalian bersyukur, sungguh Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian. Tetapi jika kalian kufur, maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.”
Ayat ini menjadi pengingat bahwa syukur bukan hanya ucapan alhamdulillah, tetapi sebuah sikap hidup: menggunakan nikmat yang Allah berikan untuk kebaikan, terutama di masa muda.
*Mensyukuri Nikmat Saat Masih Muda*
Masa muda adalah fase penuh energi, kreativitas, dan keberanian. Banyak orang baru menyadari berharganya nikmat waktu dan kesehatan ketika usia telah menua. Padahal Rasulullah telah mengingatkan:
“Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Bersyukur di masa muda berarti menggunakan seluruh potensi—waktu, pikiran, tenaga, keahlian—untuk sesuatu yang bermanfaat. Termasuk memperkuat ilmu, memperbaiki akhlak, dan turut serta dalam gerakan dakwah yang mencerahkan.
*Memaksimalkan Nikmat untuk Dakwah Bersama*
Pemuda bukan hanya penerus bangsa dan umat—tetapi penggerak perubahan hari ini. Dalam sejarah Islam, kebangkitan dakwah sering dipelopori oleh generasi muda yang memiliki semangat tinggi dan hati yang bersih.
Bersyukur atas nikmat Allah berarti mengajak diri sendiri dan sesama teman untuk bergerak, bukan hanya menonton.
Syukur diwujudkan dengan:
1. aktif dalam kegiatan dakwah dan kemasyarakatan,
2. berkontribusi sesuai kemampuan,
3. mengajak teman pada kebaikan,
4. menjaga semangat kolaborasi,
5. dan menghadirkan Islam sebagai rahmat di lingkungan sekitar.
Maka benar ungkapan itu: syukur membuatmu lupa bagaimana caranya mengeluh, karena hati yang dipenuhi nikmat akan terlalu sibuk berbuat kebaikan.
Sebagai bukti bahwa masa muda adalah masa terbaik untuk berkarya, sejarah Islam dipenuhi tokoh-tokoh hebat yang memaksimalkan nikmat Allah di usia muda.
1. Ali bin Abi Thalib (10–20 tahun)
Sejak usia muda, Ali dikenal pemberani, cerdas, dan penuh keikhlasan. Dialah pemuda yang menemani perjuangan Rasulullah sejak awal dakwah. Syukur yang ia tunjukkan bukan dengan kata-kata, tetapi dengan keberanian menanggung risiko demi menyelamatkan Islam.
2. Mus’ab bin Umair (sekitar 20-an tahun)
Dulu ia adalah pemuda terpandang di Mekah. Namun setelah masuk Islam, Mus’ab justru memilih hidup sederhana demi perjuangan. Ia diutus Rasulullah ke Madinah sebagai duta dakwah pertama dalam sejarah—di usia yang sangat muda.
Berkat perjuangannya, sebagian besar penduduk Madinah menerima Islam.
3. Usamah bin Zaid (18–20 tahun)
Pada usia sangat muda, Rasulullah menunjuknya sebagai panglima pasukan besar, memimpin tokoh-tokoh senior sahabat. Ini menunjukkan bahwa amanah besar diberikan kepada mereka yang mensyukuri nikmat dengan kesungguhan.
4. Muhammad Al-Fatih (19–21 tahun)
Sultan muda yang menaklukkan Konstantinopel, kota paling kuat di dunia kala itu. Ia menempa diri sejak kecil dengan ilmu, adab, dan ketakwaan—bukti syukur nyata atas nikmat kecerdasan dan kekuatan yang Allah berikan.
*Syukur yang Aktif, Bukan Pasif*
Syukur bukan hanya ucapan, tetapi gerakan.
Syukur bukan hanya perasaan, tetapi pembuktian.
Syukur bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi memberi manfaat bagi umat.
Maka, wahai anak muda:
Akehono syukur nikmat, supoyo kowe lali carane sambat.
Perbanyak syukur, maksimalkan potensi, dan bergeraklah bersama untuk dakwah yang mencerahkan. Karena kelak sejarah Islam akan ditulis kembali—dan semoga nama-nama kita ada di dalamnya.

